MENU DISABILITAS

Jln. Syech Nawawi Al Bantani Blok Instansi Vertikal No.01 KP3B Curug Kota Serang
[email protected]
Artikel

Qute KHI Khi, 3 (Hukum Perkawinan)

"Cuitan" KHI, 3 (Hukum Perkawinan)


  • Senin, 24 Jan 2022
  • 668 Views

Share this article

Syahrudin Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten Foto : Syahrudin Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten

Syahrudin

Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten

 

III. AKAD NIKAH; Pelaksanaan dan Walima

A. Pelaksanaan Akad Nikah

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pelaksanaan akad nikah diatur dalam Bab IV pasal 27 s.d. pasal 29.

Pasal 27:

Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang waktu.

Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada orang lain (ps.28).

(Lihat, ps.15 PMA Nomor: 20 tahun 2019 tentang Pencatatan Nikah).

Adapun syarat-syarat ijab dan kabul dalam akad nikah adalah sebagai berikut:

1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria

3. Menggunakan kata-kata nikah atau tazwij, atau terjemah dari kata-kata nikah atau tazwij

4. Antara ijab dan kabul bersambungan

5. Antara ijab dan kabul jelas maknanya

6. Orang yang terkait dengan ijab dan kabul itu tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

7. Majelis ijab dan kabul itu harus dihadiri minimal empat orang, yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi (A. Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, 1995:243).

 

Sejalan dengan Kompilasi, dalam buku "Pedoman Akad Nikah" (Depag RI.,2008:8-9), dijelaskan secara rinci tentang pelaksanaan akad nikah yang meliputi waktu pelaksanaan akad nikah,  tempat pelaksanaan akad nikah, yang menghadiri akad nikah, dan rangkaian acara "seremonial" akad nikah, penulis kutip sebagai berikut:

1. Waktu Pelaksanaan Akad Nikah.

Akad nikah dilangsungkan setelah lewat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman. Apabila akad nikah akan dilangsungkan kurang dari 10 (sepuluh) hari tersebut karena suatu alasan yang penting, harus ada dispensasi dari camat atas nama Bupati Kepala Daerah.

2. Tempat Pelaksanaan Akad Nikah.

Tempat dilangsungkannya akad nikah dapat dilaksanakan:

a. Di Balai Nikah/Kantor Urusan Agama yang disediakan ruang khusus lengkap dengan perlengkapannya baik tempat duduk calon pengantin, wali dan saksi maupun tempat para pengantar.

b. Di luar Balai Nikah, seperti di rumah calon istri, atau di masjid yang pengaturannya diserahkan kepada yang mempunyai hajat, asal tidak menyalahi hukum Islam dan peraturan yang berlaku, seperti tempat duduk calon pengantin, wali/wakilnya, saksi-saksi, PPN/Pembantu PPN dan undangan.

3. Yang Menghadiri Akad Nikah:

Yang menghadiri akad nikah terdiri dari:

a. PPN/Penghulu/Pembantu PPN

b.Wali nikah atau wakilnya

c. Calon suami atau wakilnya

d. Calon istri (sesuai keadaan setempat)

e. Dua orang saksi yang memenuhi syarat

f. Para pengantar/undangan.

Dalam rangkaian upacara akad nikah, didahului dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, pembacaan khutbah nikah yang diawali dengan hamdalah, syahadat, shalawat kepada Nabi SAW., beberapa ayat Al-Qur'an dan hadis serta nasihat yang berhubungan dengan perkawinan dan penjelasan tentang tujuan perkawinan untuk mencapai rumah tangga bahagia (sakinah). Sejauh yang memungkinkan disebutkan juga sedikitnya satu pasal dari Undang-undang Perkawinan.

Setelah itu acara ijab diucapkan oleh wali mempelai wanita atau yang mewakilinya. Apabila diserahkan kepada wakil, sebelum ijab terlebih dahulu ada akad wakalah, yaitu penyerahan hak untuk menikahkan calon mempelai wanita dari wali kepada wakil yang ditunjuk (A. Rofiq, op.cit.:91).

Setelah diucapkan kalimat ijab/penyerahan, maka mempelai laki-laki mengucapkan kabul (penerimaan) ijab tersebut secara pribadi (ps. 29 ayat (1)).

Penerimaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab, dapat juga dengan menggunakan bahasa Indonesia sepanjang yang bersangkutan mengetahui dan memahami maksudnya (A. Rofiq, loc.cit.)

Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang jelas tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria (ps. 29 ayat (2)).

Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan (ps.29 ayat (3)).

Selanjutnya, setelah ijab dan kabul dilaksanakan, ditutup dengan doa untuk "ngalap berkah" dan diridloinya perkawinan tersebut oleh Allah SWT.

Langkah berikutnya, kedua mempelai menandatangani Akta Perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Diteruskan oleh kedua saksi dan wali. Dengan penandatanganan Akta Nikah tersebut, maka perkawinan telah tercatat secara resmi dan mempunyai kekuatan hukum (Ibid).

Akad nikah yang telah dilaksanakan tersebut menjadi kokoh, tidak ada pihak lain yang dapat membatalkan atau memfasakhkan. Perkawinan semacam ini hanya dapat berakhir dengan perceraian atau matinya salah satu pihak (Ibid)

B. Walimah

Biasanya, setelah akad pernikahan diadakan walimah atau "selamatan" yakni perayaan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT (Pedoman Akad Nikah, loc.cit.)

Menurut Adib Machrus dkk, dalam buku "Fondasi Keluarga Sakinah" (2007:37), selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT., walimah tersebut juga berfungsi sebagai pemberitahuan kepada publik tentang adanya keluarga baru. Disaat yang sama, walimah bisa menjadi ajang dukungan keluarga dan komunitas terhadap kedua mempelai. Dan sebagaimana prinsip dalam mahar (maskawin), keberadaan walimah juga adalah untuk memperkuat komitmen kedua mempelai, bukan sebaliknya. Sehingga tata caranya harus dipastikan bisa mengantarkan mereka pada komitmen pernikahan yang kokoh dan membahagiakan.

C. Demikian pelaksanaan akad nikah menurut KHI.

Wallahu a'lam.

***

 

Daftar Pustaka

A. Wahab M., Teori Akad Dalam Fiqih Muamalah, Rumah Fiqih Publishing, Jakarta Selatan, cetakan pertama, Desember 2018.

Azizah, N.P., Haruskah Ada Walimah, Rumah Fiqih Publishing, Jakarta Selatan, cetakan pertama, Desember 2018.

Depag RI., tahun 2018, Pedoman Akad Nikah.

https://www.jogloabang.com.

Kemenag RI., Tahun 2018, Kompilasi Hukum Islam.

Machrus, Adib dkk., Fondasi Keluarga Sakinah, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI., Tahun 2017.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, cetakan pertama, November 1995, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, tt.

Suja', Abu (A. Sunarto), Terjemah Matan Ghoyah Wattaqrib, "Husaini Bandung", cetakan 2001.

Suja' Abu (A. Sarwat), Terjemah Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib 6, Kitab Pernikahan, Rumah Fiqih Publishing, Jakarta Selatan, cetakan pertama, Maret 2018.

***