MENU DISABILITAS

Jln. Syech Nawawi Al Bantani Blok Instansi Vertikal No.01 KP3B Curug Kota Serang
[email protected]
Artikel

Qute KHI 11 (Hukum Perkawinan)

"Cuitan" KHI, 11 (Hukum Perkawinan)


  • Selasa, 01 Mar 2022
  • 242 Views

Share this article

Syahrudin Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten. Foto : Syahrudin Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten.

Syahrudin

Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Muncang, Lebak-Banten.

 

11. POLIGAMI; Pengertian, Prosedur, Dan Jumlah Istri Yang Boleh Dipoligami

A. Pengertian Poligami

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam), poligami diatur bab IX pasal 55 s.d. pasal 59. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, diatur Bab VIII pasal 40 s.d. pasal 44.

Menurut Adib Machrus dkk., (2021: 124): "Poligami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang istri. Di Indonesia, pernikahan poligami diperbolehkan berdasarkan pasal 55 KHI dengan dipenuhinya syarat-syarat yang telah diatur dalam UU Perkawinan No 1/1974 maupun KHI." Dan Pengadilan telah memberi izin (A. Rofiq, 1995: 171).

1. Alasan Poligami

Adapun alasan-alasan yang dipedomani oleh pengadilan untuk memberi izin poligami kepada suami, dijelaskan pasal 57, yaitu apabila: a. istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri; b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Apabila diperhatikan, alasan-alasan tersebut di atas, adalah mengacu kepada tujuan perkawinan itu sendiri yaitu rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Sebab apabila ketiga hal tersebut di atas menimpa satu keluarga atau pasangan suami-istri, tentu kehampaan dan kekosongan manis dan romantisnya kehidupan rumah tangga akan menerpanya. Misalnya, (istri tidak dapat menjalankan kewajibannya atau suami tidak bisa melaksanakan kewajibannya), tentu akan terjadi kepincangan yang mengganggu laju bahtera rumah tangga yang bersangkutan. Kendati kebutuhan seksual hanyalah sebagian dari tujuan perkawinan, namun ia akan mendatangkan pengaruh besar apabila tidak terpenuhi. Demikian juga apabila istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan (A. Rofiq, loc. cit.)

Mengenai alasan ketiga (istri tidak dapat melahirkan keturunan), tidak setiap pasangan suami memilih alternatif untuk berpoligami. Mereka kadang menempuh cara mengadopsi anak atau melalui proses bayi tabung. Namun demikian, jika suami tetap ingin berpoligami juga adalah wajar dan rasional, karena keluarga tanpa ada anak; belahan jiwa cahaya mata, tidaklah lengkap (Ibid).

2. Syarat Poligami

Adapun syarat-syarat poligami adalah sebagai berikut:

1. Suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (ps.55 ayat (2)).

2. Adanya persetujuan istri, dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka (ps.58 ayat (1)).

3. Persetujuan istri atau istri-istri dapat berupa lisan atau tulisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis,  persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama (ps.58 ayat (2)).

Pasal 58 ayat (3) mengatur tentang penilaian hakim apabila dipandang istri tidak mungkin dimintai persetujuannya karena istri atau istri-istrinya tidak ada khabar berita sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim.

Pasal 59:

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

B. Prosedur Poligami

Pasal 56:

(1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

(2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintahan Nomor 9 Tahun 1975.

(3) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

(Lihat, ps.57 jo. ps. 41, 42, Bab VIII PP No 9 Tahun 1975).

Apabila izin pengadilan tidak diperoleh, Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan (ps. 44 PP No 9 Tahun 1975).

Ketentuan hukum yang mengatur pelaksanaan poligami seperti penulis uraikan di atas, mengikat semua pihak. Pihak yang akan melangsungkan poligami dan Pegawai Pencatat Nikah, sebagaimana diatur pasal 45 PP No 9 Tahun 1975.

Bertolak dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa poligami yang boleh dilakukan atas kehendak para pihak melalui izin istri atau istri-istri, dimaksudkan untuk merealisasikan kemaslahatan, yaitu terwujudnya tujuan perkawinan rumah tangga yang kekal abadi yang diridhai Allah SWT., dan didasarkan pada cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Karena itu, segala persoalan yang dimungkinkan akan menjadi penghalang bagi terwujudnya tujuan perkawinan tersebut seyogyanya dihilangkan atau setidaknya diminimalisir. Ini sejalan dengan kaidah ushul: "menghindari madarat (kerusakan) harus didahulukan daripada mengambil manfaat (kemaslahatan)." (A. Rofiq, op.cit.: 176).

C. Jumlah Istri Yang Boleh Dipoligami

Pasal 55:

(1) Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri.

(2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari satu orang.

Ketentuan tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT., QS. An-Nisa/4: 3: "Dan jika kamu tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim..." (Depag RI., Al-Qur'an dan Tafsirnya, jilid 2:  2009: 114).

Dari Salim dari ayahnya ra., " Bahwasanya Ghailan bin Salamah masuk Islam sedangkan ia punya sepuluh orang istri dan merekapun masuk Islam bersama dia, maka Nabi SAW., menyuruh agar ia memilih empat orang dari istri-istrinya itu." HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim. (Imam Ibnu Hajar (Muhieddin Al-Selek), Bulughul Maram, 1993: 440).

Wallahu a'lam.

***

Daftar Pustaka

Ansory, Isnan, Silsilah Tafsir Ahkam, QS. An-Nisa: ,3 (Poligami), cet. Pertama: September 2020

Carundang, Brenda, Kajian Tentang Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam, Lex  Privatum vol. V/No.2/Mar-Apr/2017.

Depag RI., Al-Qur'an dan Tafsirnya, jilid 2, cetakan ketiga, J. Ula 1430 H/Mei, 2009.

Hamidy, Muammal, Imron A. Manan, Tafsir Ayat Ahkam 1, PT Bina Ilmu, Surabaya, Des. 2011.

Ibn Hajar, Imam (Muhieddin Al-Selek), Bulughul Maram Min Aadilat Al-Ahkam, Dar Al-Fikr, Beirut-Lebanon, 1993.

Kemenag RI., Tahun 2018, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia

Machrus Adib, dkk., Fondasi Keluarga Sakinah, Subdit Bina Keluarga Sakinah, Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI., Tahun 2021.

Rofiq, Ahmad, Huhum Islam Di Indonesia, cetakan pertama, November 1995, PT Raja Grafindo Persada Jakarta, tt.

Syahrudin, Prinsip-prinsip Perkawinan Menurut Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Diktat), tidak dipublikasikan, Tahun 2015.

***